Tradisi menulis sebenarnya telah berkembang dengan baik pada masa tabi’in yaitu pada masa ulama-ulama hadits dan ulama-ulama yang sezaman dengan mereka. Imam Bukhari dan Muslim misalnya yang merupakan dua ulama hadits yang sangat populer karena banyak sekali riwayat dari imam berdua ini yang dijadikan hujjah dalam pengambilan hukum Islam. Kedua ulama ini dikenal juga dengan muttafaqun alaih.
Pada masa kedua imam ini, tradisi menulis telah berkembang dengan begitu hebatnya. Bahkan meski hanya menggunakan pelepah kurma atau telah ada beberapa gulungan, semangat para ulama hadits ini untuk membangun peradaban lewat menulis ini sungguh luar biasa. Diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa Imam Bukhari pernah ditemukan dalam keadaan tidak berbaju karena pelepah kurma dan gulungan sudah habis beliau tulis. Jadi, sebagai gantinya beliau melepas bajunya untuk dijadikan sebagai wadah menulis hadits. Salah seorang muridnya menemukan keadaan demikian langsung tersungkur dan bersimbah air mata. Nah, Para ulama banyak menulis kitab, Jadi, Yuk Mulai Menulis!
Para Ulama Banyak Menulis Kitab, Jadi Yuk Mulai Menulis
Dua ulama hadits diatas hanyalah contoh bahwa banyak sekali ulama yang telah memulai tradisi menulis. Selain dari ulama hadits, juga ada ulama-ulama lain termasuk bidang ilmu al-Qur’an, ilmu asbabun nuzul, ilmu arud, ilmu rijalul hadits, ilmu kalam, ilmu fiqih, ilmu alat, ilmu ushulul fiqih dan ilmu ilmu keislaman lainnya. Semua ulama di bidang ilmu tersebut menulis banyak sekali kitab. Jika, para ulama banyak menulis kitab, jadi, yuk mulai menulis! Kita bisa memulai dengan menulis artikel untuk Jasa Penulis Artikel misalnya, atau bisa juga menulis catatan harian, menulis opini bahkan menulis cerita pendek.
Namun, patutu diingat bahwa buku yang ditulis oleh para ulama adalah buku tentang petunjuk kehidupan, yang hanya akan dicetak sangat terbatas saja. Bukan seseutau yang kemudian dijadikan sumber mata pencaharian, karena meski pameran buku Islam kelihatannya semarak, tetapi kalau diteliti lebih dalam, yang laris manis itu lebih merupakan buku-buku fiksi seperti kumcer, novel dan buku-buku populer lainnya. Tanpa sedikitpun mengurangi rasa hormat atas karya penulis yang demikian bahwa buku-buku semacam itu termasuk jenis bacaan ringan, yang bisa sekali baca dan selesai. Berbeda dengan tulisan para ulama yang bisa dipakai sepanjang hidup, misalnya, kitab Riyadhus-Shalihin, Shahih Bukhari, Fathul Qarib, Ihya Ulumid-din dan lainnya dijadikan kitab pegangan di banyak pengajian dan pesantren sepanjang zaman.
Kitab-kitab karya ulama yang disebutkan diatas memang tidak meledak di pasaran, juga tidak membuat ulama dan keturunannya kaya mendadak. Tetapi kitab-kitab itu adalah kitab abadi, yang terus menerus dibaca ummat di berbagai belahan dunia. Tentunya pahalanya akan terus mengalir sepanjang masa kepada ulama yang bersangkutan walaupun beliau sudah berada di alam baka. Ditambah kita-kitab itu berisi ilmu yang mengajak orang kepada ketundukan kepada Allah secara benar. Kitab kitab karya ulama yang memancarkan cahaya hidayah hingga sepanjang zaman tersebut berbeda sekali dengan buku-bukuk populer bekangan marak beredar di pasaran yang mana berorientasi materi.
Para Ulama Banyak Menulis Kitab, Yuk Intip Karya-Karyanya
Para ulama banyak menulis kitab, jadi, yuk mulai menulis! Tapi sebelum itu mari kita intip dulu karya-karya ulama zaman dahulu. Untuk hal ini bisa kita lihat catatan sejarah kejayaan Islam. Sejak turunnya islam, perintah pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad adalah,
“Iqra!” “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang agung.” Ayat ini menegaskan perintah membaca. Pesan tersembunyi dari ayat ini ialah, jika ada perintah untuk membaca, maka tentu harus ada sesuatu yang dibaca atau bacaan. Dan bacaan, akan terlahir dari proses tulis menulis. Maka membaca dan menulis sejatinya ialah aktivitas yang saling terkait dan saling melekat, erat.
Kita mulai pada zaman baginda Rasulullah SAW yang mana pada masa ini mebaca dan menulis difokuskan untuk penulisan al-Qur’an, hadits dan surat menyurat. Kebiasaan ini menjalar ke perkembangan yang sangat signifikan di abad kedua hijriyah yang mana ditandai dengan adanya pembukuan hadits Rasulullah SAW. Pada masa ini yaitu abad kedua hijriyah ini hadirlah sosok imam Malik dengan karya agungnya yaitu Muwatta’. Selain Imam Malik tidak ketinggalan Imam Syafi’i dengan karyanya Al-Umm. Ada juga Imam Ahmad bin Hambal dengan Musnadnya. Imam al-Bukhari dan Muslim dengan kitab-kitab Sahihnya.
Munculnya ulama-ulama di atas berikut karya-karya agungnya terus berlanjut kepada ulama-ulamam yang hadir pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Pada masa ini bermunculanlah ulama-ulama dengan karya-karya fenomenal. Bahkan ada yang menulis berjilid-jilid, ratusan hingga ribuan judul. Ulama-ulama pada masa Abbasiyah ini sangat pandai dan cerdas. Tidak hanya dalam oral tapi juga dalam tulis menulis. Misalnya, Imam Ath-Thabari yang mana beliau adalah ahli sejarah dan juga ahli tafsir terkemuka. Selama 40 tahun beliau menulis 40 lembar dalam satu hari. Sungguh luar biasa, menyadari hal ini tentu hanya membuat kita malu sendiri.
Selain Imamm Ath-Thabari, pada masa ini juga populer Imam Ibnu Taimiyah yang menyelesaikan satu buku hanya dalam satu minggu. Bahkan beliau pernah menulis satu judul buku hanya dalam sekali duduk. Sungguh luar biasa bukan? Bagaimana dengan Anda dan saya yang kadang masih malas menulis walau hanya satu artikel dalam satu minggu.
Selain itu, juga ada Imam Abdul Wafa’ yang mendapat julukan manusia tercerdas di jagat raya oleh Imam Ibnu Taimiyah. Hal ini dikarenakan Imam Abul Wafa ini menulis kitab al-Funun dalam 800 jilid. Ada lagi Imama Ibnu Jauzi dengan 2000 jilid, bahkan ada informasi yang menyebutkan bahwa beliau membaca 20.000 jilid catatan selama hidupnya.
Para Ulama Banyak Menulis Kitab, Yuk Teladani Sukses Mereka dalam Menulis
Diatas dapat kita lihat bahwa ulama telah memulai membangun tradisi menulis sejak masa dahulu, bahkan karya-karya mereka melegenda dan mendunia. Kisah-kisah di atas tentu hanya sekelumit kisah dari banyak sekali teladan baik dari generasi terdahulu. Kalau kita lihat di negara kita Indonesia, kita juga bisa mengenal sekaligus meneladani ulama, sastrawan, budayawan, penulis sekaligus politikus seperti Buya Hamka. Beliau mewariskan novel, cerpen dan tafsir sebanyak lima jilid. Masih ada nama-nama lain seperti halnya KH Mustafa Bisri, dan ulama-ulama serta cendekiawan muslim lainnya yang begitu gigih dan bersemangat dalam menggalakkan aktivitas membaca dan menulis. Mereka menjadi panutan, tauladan bagaimana menjadikan aktivitas membaca dan menulis sebagai kebiasaan yang terus harus melekat dalam keseharian.
Sekarang kita telah melihat para ulama banyak menulis kitab, jadi, yuk kita mulai menulis! Untuk meneladani dan mengikut jejak generasi para ulama’, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam hal meningkatkan kecintaan kepada dunia menulis.
- Meniatkan segala aktivitas yang berhubungan dengan membaca, menulis, termasuk social media dalam rangka ketaatan kepada Allah.
- Menjadwalkan secara rutin menulis setidaknya satu kalimat setiap hari. Ini bisa dilakukan saat update status atau lainnya.
- Memilah dan memilih bacaan. Hindari membaca edaran hoax, saracen dan grup yang tidak penting dan hanya menjurus kepada kesia-siaan.
- Menamatkan untuk membaca satu buku dalam satu minggu.
- Aktivitas membaca dan menambah wawasan saat ini dapat digantikan dengan menonton tayangan yang bermanfaat.
- Menumbuhkan kecintaan kepada membaca dan menulis dengan meneladani dan membayangkan semangat para ulama terdahulu.
Nah, itulah tulisan sederhana kami tentang para ulama banyak menulis kitab, jadi, yuk kita mulai menulis! Bisa dimulai dengan membuat blog dan membuat tulisan berupa apapun yang disenangi, entah itu opini, cerpen ataupun artikel yang bisa di publish di Jasa Penulis Artikel. Selamat Menulis!